rindu
Aku ingin ini bias dan biarlah mereka mengartikan sendiri. Aku egois? Iya, biar saja. Karena cerita ini punyaku, rasa ini hanya milikku. Ahh, apalah arti baris-baris aksara ini jika dibanding rindu yang terlintas. Aku ingin bertemu, meski singkat. Meski harus selesai sebelum ampas kopi merapat ke dasar gelas. Lalu, kepada siapakah waktu lebih berdetak?, detik jarum jam atau sepasang matamu yang tajam?, atau barangkali aku perlu mengutuk jam?, karena waktu terasa lebih singkat saat aku bersamamu dan melebihkannya saat aku tanpamu.. Ada rindu yang merasuk rusuk. Ada ragu yang mulai berkerak. Entah sampai kapan ia terus bergerak. Belum saja aku bernyali untuk bertanya: “Apa kau juga rindu? Atau akulah yang tidak begitu peka menerima getar kerinduamu yang berjarak? Karena aku tak ingin beribu kontemplasi diam-diam menyusup dan memenuhi kepalaku… Lalu, adakah yang lebih sulit dari membungkus rindu? Atau membedakan antara putih yang sebenarnya, dan hitam yang muslihat?. Tapi yah sudahlah...