Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2013

rindu

Aku ingin ini bias dan biarlah mereka mengartikan sendiri. Aku egois? Iya, biar saja. Karena cerita ini punyaku, rasa ini hanya milikku. Ahh, apalah arti baris-baris aksara ini jika dibanding rindu yang terlintas. Aku ingin bertemu, meski singkat. Meski harus selesai sebelum ampas kopi merapat ke dasar gelas. Lalu, kepada siapakah waktu lebih berdetak?, detik jarum jam atau sepasang matamu yang tajam?, atau barangkali aku perlu mengutuk jam?, karena waktu terasa lebih singkat saat aku bersamamu dan melebihkannya saat aku tanpamu.. Ada rindu yang merasuk rusuk. Ada ragu yang mulai berkerak. Entah sampai kapan ia terus bergerak. Belum saja aku bernyali untuk bertanya: “Apa kau juga rindu? Atau akulah yang tidak begitu peka menerima getar kerinduamu yang berjarak? Karena aku tak ingin beribu kontemplasi diam-diam menyusup dan memenuhi kepalaku… Lalu, adakah yang lebih sulit dari membungkus rindu? Atau membedakan antara putih yang sebenarnya, dan hitam yang muslihat?. Tapi yah sudahlah...

kekasih

Kekasih itu menuntut, bukan jadi apa yang dimau oleh salah satu, tapi jadi harusnya memang seperti itu. Kekasih itu saling menerima segala, tapi tak membiarkan jika dalam semua ada yang tak baik dirasa. Kekasih itu cermin. Sederhanya, jika yang dilakukan olehnya membuatmu tak suka, seperti itu juga saat olehmu itu dilakukan dia merasa. Kekasih itu cemburu, tak hanya sebab takut kehilangan. Juga karena jika bisa, bukan oleh orang lain sebab dari senyummu lebih banyak ada. Kekasih itu membatasi dari apa yang biasa dilakukan saat masih sendiri. Bukan karena diminta, tapi kesadaran telah berdua. Justru melarang, yang harusnya dilakukan seseorang pada kekasihnya adalah benar. Jangan mengatasnamakan kebebasan akhirnya itu kau langgar. Jika aku sebagai kekasih ternyata menghambatmu, tanyakan pada diri sendiri. Kau atau aku yang salah bertingkah dalam menuju sesuatu.

bagaimana jika nanti harus....

Bagaimana jika nanti, kau atau aku tak lagi saling menunggu kabar, membiarkan debar sebab cemas menghilang dalam ketidakpedulian? Bagaimana jika nanti, kau atau aku yang tak lagi mau menunggu saat salah satu terlambat datang setelah pergi berjanji akan kembali? Bagaimana jika nanti, kau atau aku berpaling pada yang dulu begitu dianggap tak penting? Bagaimana jika nanti, kau atau aku mendekat pada keinginan tak lagi ingin dekat agar dengan entah siapa yang jauh bisa makin erat? Bagaimana jika nanti, kau atau aku yang memutuskan berhenti setelah apa yang selama ini oleh masing-masing kita berusaha terus dijalani? Bagaimana jika nanti, kau atau aku sampai pada titik menyakini bahwa berpisah adalah yang tepat diantara pilihan lain untuk melanjutkan? Bagaimana jika nanti, saat cinta benar beralih dari hati, kau atau aku yang akan memperjuangkannya sekali lagi?

aku belum berhenti

Jika memang semua yang terjadi karena alasan, entah apa yang menjadi alasannya kali ini dibalik semua yang Tuhan rencanakan. Inginku tak lagi engkau yang memenuhi kepala, tak lagi semua tentangmu yang terus merasuk dalam dada sampai sesak aku seketika. Inginku tak lagi engkau yang kuingat terakhir sebelum terlelap, atau yang kuingat pertama ketika terjaga. Inginku tak lagi apapun tentangmu yang membuatku sulit untuk melanjutkan hidup. Masih padamu aku tertuju, setelah apa yang pernah terjadi antara kita, seharusnya aku membencimu sejak lama. Namun ternyata benci, tak lebih besar dari cinta yang padamu masih kurasa. Masih padamu aku berharap, bahwa kau lah yang ditakdirkan Tuhan untuk padaku selalu dekat. Masih padamu aku menggantukan diri, percaya bahwa hanya kau yang mampu membuatku merasa tak lagi sendiri. Adakah salah apa yang kurasa? Jika memang salah, maka biarkan aku tetap ada dalam kebodohan, terus mengharapkan pada apa yang padaku bahkan sedetikpun dia tak ingat. Biarka...