ikhlas :)


Di suatu malam, seusai belajar, aku berbincang dengan seorang temanku. Berawal dari hal-hal ringan, meluas ke mana-mana. Ia menanyakan kosa kata yang baru saja dibacanya di sebuah artikel. Ikhlas. “Apa arti kata ‘ikhlas’, vita?” tanyanya.
Aku tercenung beberapa saat; berpikir. Bagaimana caranya menjelaskan kata ikhlas ini, ya? Ah, ya, contoh kasus lebih baik.
“Kalau kamu menolong seseorang, tanpa meminta imbalan, lalu tak pernah lagi mengingat-ingat kejadian itu, itu ikhlas,” uraiku. Dia terdiam cukup lama, mencerna setiap kata yang kuucapkan. “Aku bisa mengerti ‘tak minta imbalan’. Tapi, ‘mengingat-ingat’?”
“Iya. Misalnya begini. Suatu hari kamu perlu bantuan–uang. Lalu kamu berusaha mengingat-ingat, siapa yang dulu pernah kamu bantu. Lalu kamu berpikir, ‘Pasti dia mau meminjamkan uang kepadaku, karena dulu pernah kupinjami.’ Itu tandanya kamu tak lagi ikhlas.”
“Ah, mengerti aku sekarang,” katanya. “Berarti, kalau kita menolong dengan pemikiran agar kelak kita ditolong, itu tidak ikhlas?”
“Sepemahamanku, sih, tidak. Yang terjadi di situ, kamu melakukan ‘investasi’. Menanam, dan berharap suatu hari bisa memetiknya.”
“Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang melakukan kebaikan dengan tujuan agar layak masuk surga?” tanyanya lagi.
Aku terhenyak. Kata-kataku berbalik menamparku. Aku beribadah bukan karena aku merasa butuh–aku hanya tak mau tidak masuk surga! Aku pikir aku tahu makna ikhlas, tapi ternyata aku belum pernah benar-benar ikhlas. “Menolong” kujadikan pembayar denda dosa!
Well, mungkin karena kita dibesarkan dengan cara seperti itu, Dan. Diberi iming-iming, target, agar kita mau melakukannya,” katanya mengisi keheningan. “Bahkan banyak yang bekerja bukan karena mereka maubekerja; tapi mengejar imbalannya semata. Sulit untuk ikhlas ,” tambahnya.
“Benar juga, ya,” kataku sambil garuk-garuk kepala. “Tapi kita nggak boleh pasrah lalu menyalahkan ‘sistem’, dong,” kataku.
“Yah, semuanya, sih, kembali ke kita masing-masing, kan? Apakah kita mau tetap seperti anak kecil yang harus diberi iming-iming?”
“Betul. Mungkin ini saat yang tepat untuk mulai belajar ikhlas; mulai melihat ‘kewajiban’ sebagai ‘kebutuhan’,” simpulku.
“Jadi, #ikhlas itu memang sulit ya?” tanyanya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerimaan Siswa Baru SMK Pasundan Rancaekek Tahun Ajaran 2013/2014

Lukisan Nyai Roro Kidul

REVIEW : WARDAH EYEXPERT OPTIMUM HI-BLACK LINER